DOK KELUARGA DOK KELUARGA SEMASA HIDUP: Syaits Asyam dalam sebuah kegiatan kepencintaalaman. (DOK keluarga) |
Assalammu'alaikum Sahabat..
Sebelum
mengembuskan napas terakhir, Syaits Asyam, satu di antara tiga korban
meninggal dalam diksar Mapala UII (Unisi) Jogjakarta, sempat bercerita
tentang tragedi yang akhirnya merenggut nyawanya.
DWI AGUS, Jogjakarta
---
CERITA itu
diungkapkan almarhum Syaits Asyam kepada sang ibu, Sri Handayani, saat
masih dirawat di RS Bethesda Jogajakarta Ketika itu dokter meminta Sri
Handayani mencatat semua ucapan anaknya. Sebab, kondisi Asyam memasuki
masa kritis. Tujuannya, menghimpun informasi penyebab kekerasan fisik
yang dialami anak tunggalnya itu.
Dalam
catatan yang ditulis di kertas memo RS Bethesda tersebut, Asyam
menyampaikan tiga poin. Asyam sendiri sempat menulis poin pertama.
Selanjutnya, poin kedua dan ketiga ditulis ibunya. "Asyam menyebut nama
Yudi yang melakukan kekerasan," kata Handayani ketika ditemui Jawa Pos
Radar Jogja di rumah duka, Dusun Jetis, Caturharjo, Sleman, kemarin
(25/1).
Kekerasan
yang dimaksud, lanjut Handayani, antara lain, Asyam dipukuli
punggungnya dengan rotan sepuluh kali. Lalu, Asyam disuruh mengangkat
beban air terlalu berat. Selanjutnya, diduga ada aksi kekerasan lain
oleh nama yang sama.
Karena
itulah, keluarga Asyam tidak bisa menerima perlakuan yang mengakibatkan
anaknya mengalami luka parah dan akhirnya meninggal dunia di rumah
sakit. Handayani beserta suaminya, Abdulah Arbi, memutuskan untuk
mengambil langkah hukum atas kematian anaknya.
Berdasar
hasil otopsi, ditemukan indikasi kekerasan fisik yang dialami almarhum.
Menurut Handayani, hampir sekujur badan anaknya mengalami memar-memar.
Di antaranya, memar di dada sebelah kanan.
"Luka
dalam di dada itu membuat napas Asyam tersengal-sengal. Dia jadi sulit
berbicara. Tutur katanya tidak jelas," tutur perempuan berjilbab
tersebut.
Sebagaimana
diberitakan kemarin, tiga mahasiswa UII meninggal dunia setelah
mengikuti The Great Camping (TGC) Mapala UII di Tlogodringo, Desa
Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar, 14-22 Januari. TGC
merupakan pendidikan dasar (diksar) bagi para anggota baru Mapala UII.
Tiga
korban tewas itu adalah Muhammad Fadli, 20, yang meninggal Jumat
(20/1), setelah sempat dirawat di Puskesmas Tawangmangu; disusul Syaits
Asyam, 19, Sabtu (21/1) di RS Bethesda Jogjakarta; dan terakhir Ilham
Nurfadmi Listia Adi, 20 yang meninggal Senin malam (23/1) juga di RS
Bethesda. Tragedi itu juga mengakibatkan puluhan peserta diklat lainnya
mengalami luka-luka. Hingga kemarin, masih ada sepuluh mahasiswa UII
yang dirawat di Jogja International Hospital (JIH). Diduga, ada tindak
kekerasan selama diksar berlangsung.
Menurut
ibu Asyam, Handayani, dirinya tidak langsung diberi tahu panitia bahwa
anaknya telah dirawat di RS Bethesda. Dia baru dikabari beberapa saat
sebelum anaknya mengembuskan napas terakhir.
"Saya
sampai rumah sakit jam 11.30 lebih. Saya shock melihat kondisi anak
saya karena tubuhnya penuh luka. Napasnya juga sudah terengah-engah dan
bicaranya tidak jelas. Tapi, masih bisa menceritakan kronologi kejadian
di sana (Gunung Lawu, Red)," katanya.
Handayani
sempat mendengar kabar dari teman Asyam bahwa sebenarnya Asyam sudah
tidak kuat. Dia ingin mengundurkan diri dari diksar, tapi dilarang
panitia. Bahkan, Asyam malah ditarik dan dipisahkan dari rombongan
diksar lainnya.
"Asyam juga sempat cerita tiga hari pertama tidak apa-apa, tapi setelah itu baru kejadian. Asyam tidak pernah melawan," ujarnya.
Di
mata Handayani, Asyam merupakan sosok yang sederhana, taat beribadah,
dan dekat kepada orang tua. Cowok kelahiran 7 Juli 1997 itu sangat
dielu-elukan keluarganya. Maklum, dia anak tunggal. Meski anak tunggal,
Asyam sangat mandiri.
"Dia
selalu berusaha mendapatkan apa yang diinginkan dengan usahanya
sendiri. Sangat ingin membahagiakan kedua orang tuanya," kata Handayani.
Sejak
SMA hingga kuliah, Asyam juga sangat mencintai bidang penelitian. Tak
heran, dia pun berprestasi di bidang itu. Saat di SMA Kesatuan Bangsa
Jogjakarta, bersama sahabatnya, Galih Ramadhan, Asyam meraih medali emas
dalam ajang Indonesian Science Project Olympiad (ISPO) 2014. Keduanya
melakukan penelitian kimia bertajuk Treatment of Oil Spill by Buffing
Dust as an Efficient Adsorbent.
Dia
juga meneliti limbah laut. Berkat penelitian itu, Asyam diundang ke
Istana Negara oleh Presiden Jokowi. "Dia sangat bangga atas prestasi
yang diraihnya itu," kenang Handayani.
Handayani
mengakui, Asyam punya semangat tinggi untuk menyelamatkan lingkungan.
Keikutsertaannya dalam Mapala UII juga didasari kecintaannya pada alam.
Sebagai ibu, tentu Handayani sangat mendukung segala langkah anak semata
wayangnya tersebut.
Di
luar aktivitas akademis, Asyam giat di berbagai kegiatan sosial. Saking
sibuknya Asyam, Handayani memiliki julukan khusus kepada anaknya
tersebut. "Karena sangat sibuk, saya panggil dia 'pak menteri'," ujarnya
setengah terisak.
Salah
satu impian Asyam yang belum terwujud adalah menempuh pendidikan di
luar negeri. Asyam ingin sekali menempuh pendidikan di Universitas
Oxford London. "Dia ingin ke Oxford. Di UII dia sudah mengikuti latihan
kepemimpinan. Tapi, sekarang impian itu sudah menajdi kenangan. Tapi,
semangatnya tetap saya simpan," katanya.
Duka
mendalam juga dirasakan ayah Ilham Nurfadmi Listia Adi, Syafii. Syafii
tidak menyangka akan "didahului" sang anak. "Saya tak menyangka Ilham
meninggal di usia muda," ucapnya saat ditemui di RS Bethesda Selasa
(24/1).
Syafii
mengakui adanya bekas penganiayaan fisik di tubuh anaknya. Sebelum
meninggal, Ilham sempat berkomunikasi dengannya. Menurut pengakuan
Ilham, dia mendapat siksaan dari para seniornya di Mapala UII. Hal itu
dikuatkan saat Syafii melihat langsung kondisi tubuh almarhum.
"Awalnya
Ilham telepon katanya dipukuli. Dia sempat mengirim foto tubuhnya yang
memar-memar. Saat saya tiba di Jogja dan melihat langsung kondisi anak
saya, ternyata benar adanya. Bahkan, ada bekas pukulan seperti bukan
pukulan tangan," jelas Syafii.
Kemarin
jenazah almarhum sudah tiba di kampung halaman di Lombok Timur. Tangis
histeris menyambut kedatangan jenazah di rumah duka. Sang ibu beserta
saudara-saudara almarhum tak kuat menahan duka mendalam.
Syafii
menyatakan bakal membawa kasus tersebut ke ranah hukum. "Saya sudah
melapor ke Polda DIJ. Tapi, saya disarankan untuk melapor ke wilayah
hukum kejadian (Polres Karanganyar)," ujarnya.
Sementara
itu, salah seorang korban luka, Abyan Razaki, 19, hingga kemarin masih
menjalani perawatan intensif di RS JIH Jogja. Dia mengaku mengalami
kondisi serupa dengan tiga korban meninggal. Dia mengalami luka-luka di
sekujur tubuh.
Kakak
Abyan, Raihan Aflah, 20, menjadi saksi tumbangnya sang adik bungsu.
Sepulang dari TGC di Gunung Lawu Sabtu (21/1), kesehatan Abyan menurun
drastis. Mulai luka di kedua kaki, tangan, punggung, bahkan kontur wajah
adiknya lebih tirus. "Waktu mandi, dia (Abyan) sampai tidak bisa buka
celana sendiri," ujarnya.
Lantas,
Raihan datang lagi ke kamar Abyan sekitar pukul 10.00. Namun, kondisi
pintu kamar terkunci dari dalam. "Akhirnya saya pinjam kunci cadangan.
Saat itulah saya menemukan adik saya hanya terbalut handuk, meringkuk.
Dia langsung saya bawa ke JIH," jelasnya.
Raihan
mengungkapkan, keadaan fisik adiknya kala itu sangat lemah. Bahkan,
Abyan tidak bisa berjalan karena luka di tubuhnya. "Terpaksa saya
gendong karena dia tidak kuat berjalan. Adik saya didiagnosis awal
mengalami bronkitis, jempol kaki harus operasi, dan ginjalnya infeksi,"
papar dia.
Anehnya,
Abyan tidak memiliki sejarah penyakit tersebut. Hanya, diakui Raihan,
adiknya selama ini kurang mengonsumsi air mineral. "Saat ini Abyan
sedang puasa untuk menjalani operasi di kedua jempol kakinya. Kondisi
jempolnya lecet dan mengeluarkan nanah," terangnya.
Rektor
UII Harsoyo menegaskan komitmen kampusnya. UII akan melakukan
investigasi untuk mengungkap tragedi diksar Mapala UII. Langkah awal
yang dilakukan ialah membekukan segala kegiatan Mapala UII dan kegiatan
lain yang bersifat outdoor.
"Kami
sedang menyusun laporan ke Koopertis dan ORI. Dari hasil investigasi
dan pemeriksaan fisik para korban, memang ditemukan adanya kekerasan
fisik. Sanksi ketegasan dari kampus pasti ada, ditambah proses hukum
oleh kepolisian," tandasnya.
Selain
akan menanggung seluruh biaya perawatan para korban, UII bakal
melakukan pendampingan kepada peserta diksar dan orang tuanya. Terutama
keluarga almarhum Fadli, Syaits Asyam, dan Ilham Nurpadmi Listia Adi.
Sementara
itu, selama empat hari penyelidikan, Polres Karanganyar telah memeriksa
sebelas saksi dan menyita barang bukti kasus dugaan penganiayaan dalam
kegiatan diksar Mapala UII di Tawangmangu. Kapolres Karanganyar AKBP Ade
Safri Simanjuntak mengatakan, para saksi tersebut terdiri atas kerabat
tiga mahasiswa yang meninggal dunia serta sejumlah peserta diklat. Dari
pemeriksaan awal, terdapat indikasi tindak kekerasan selama pelaksanaan
diksar. "Ditemukan adanya dugaan kekerasan selama pelaksanaan diklat
sehingga mengakibatkan tiga mahasiswa meninggal," jelas Ade kemarin.
Permintaan
visum et repertum (VER) dan otopsi sudah dilayangkan ke RSUD
Karanganyar, RS Bethesda Jogjakarta, dan RSUP dr Sardjito Jogjakarta.
"Kami masih menunggu hasil VER maupun otopsi dari tiga rumah sakit ini.
Pihak RS Bethesda dan RSUP dr Sardjito menyatakan, ditemukan luka di
sekujur tubuh korban yang diduga akibat kekerasan. Dari kepala, tangan,
hingga kaki," ungkap Ade. (ila/adi/wa/*/c10/c9/ari)
Sumber : http://www.jawapos.com/read/2017/01/26/105015/maut-di-balik-diksar-mapala-uii-dia-sempat-bercerita-penyiksaannya-pada-sang-ibu-sebelum-meninggal
Mari Kita Doakan Almarhum, Semoga Ibadah Beliau Diterima oleh Alloh SWT dan Semoga Keluarga Yang Di Tinggalkan Di Berikan Ketabahan, Kesabaran, dan Hikmah serta hidayah di balik kejadian tersebut.
Aaamiin Ya Robbal 'alamin..
Sumber : http://www.jawapos.com/read/2017/01/26/105015/maut-di-balik-diksar-mapala-uii-dia-sempat-bercerita-penyiksaannya-pada-sang-ibu-sebelum-meninggal
Mari Kita Doakan Almarhum, Semoga Ibadah Beliau Diterima oleh Alloh SWT dan Semoga Keluarga Yang Di Tinggalkan Di Berikan Ketabahan, Kesabaran, dan Hikmah serta hidayah di balik kejadian tersebut.
Aaamiin Ya Robbal 'alamin..
#CordobaRendoor #CordobaRentalOutdoor
Posting Komentar